Sejarah


Pulau Sumatra pada masa lalu mendapat julukan sebagai Swarnabhumi atau swarnadwipa. Ya. Pulau Emas! Tidak percaya? tengok gemerlap warna dan kilauan emas yang terpancar pada kain tenun masyarakatnya
Wilayah Palembang khususnya, memang tercatat memiliki sejarah yang cukup panjang; dari Sriwijaya sampai dengan Kesultanan Palembang. Banyak peninggalan tak ternilai yang berasal dari kerajaan-kerajaan terkenal itu, satu diantaranya adalah budaya wastra, tenun songket.
Kain Songket memberikan nilai tersendiri yang dapat menujukan “kebesaran” bagi orang-orang yang mengenakan dan membuatnya. Rangkaian benang yang tersusun dan teranyam rapi dengan pola simetris itu, menunjukkan bahwa kain songket dibuat dengan keterampilan masyarakat yang lebih dari sekedar memahami cara untuk membuat kain, akan tetapi keahlian dan ketelitian itu telah mendarah daging.
Lestarinya kain Songket mutlak disebabkan karena adanya proses pembelajaran antar generasi. Selain itu, Songket tidak hanya selembar kain benda pakai, songket adalah simbol budaya yang telah merasuk dalam kehidupan, tradisi, sistem nilai, dan sosial masyarakatnya
Gemerlap warna serta kilauan emas yang terpancar pada kain Songket, pada masa lalu bahkan membuktikan kekayaan suatu daerah. Kain-kain semacam ini selain digunakan oleh kalangan istana dan para pejabat. Dalam sejarahnya, songket merupakan komiditi perdagangan yang sangat berharga, bahkan hingga saat ini.

Tenun Songket dalam Sejarahnya

Sejak zaman prasejarah, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal teknik menenun. Hal ini diperkuat dengan adanya penemuan tembikar dari periode neolitik yang di dalamnya terdapat kain tenun kasar, juga beberapa temuan fragmen kain tenun lainnya.
Salah satu yang menjadi “gudang tenun” di Nusantara adalah Pulau Sumatra. Setiap daerah di wilayah ini bahkan mempunyai ciri khas tenunan-nya masing-masing. Saling pengaruh-memengaruhi antar tempat dan daerah di Pulau Sumatra tentu saja tidak dapat dihindarkan.
Interaksi budaya tenun antar etnis di Sumatra dan sekitarnya dimungkinkan terjadi karena letak geografis yang saling berdekatan satu sama lain; dapat dicapai dengan mudah. Songket Palembang sepintas tampak pengaruhnya pada kain-kain di wilayah Jambi, Riau, dan Sumatra Utara.

“Songket Aesan Gede, Palembang”. Foto oleh Gunkarta
“Songket Aesan Gede, Palembang”. Foto oleh Gunkarta

Songket Palembang konon merupakan peninggalan dari kejayaan kerajaan Sriwijaya pada abad ke-9 Masehi. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-7 ini pada perkembangannya kemudian mampu menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Malaka, hingga mempunyai pengaruh cukup kuat di wilayah India dan Cina.
Sebagai wilayah yang dijuluki Swarnadwipa (Pulau emas), di bawah naungan kerajaan yang berkuasa saat itu emas sebagai logam mulia, telah memainkan peranannya yang penting. Bahkan saking kayanya dengan emas, Raja Sriwijaya tiap harinya membuang sebungkal emas ke sebuah kolam dekat istananya, begitulah menurut kabar dari orang-orang Cina yang waktu itu memang aktif melakukan perdagangan dengan Sriwijaya.
Jaringan perdagangan internasional ini membawa pengaruh besar dalam hal pengolahan kain tradisional mereka. Pada perkembangannya dimungkinkan bahan yang digunakan untuk membuat songket telah di kirim dari berbagai daerah.
Sebagian emas dan beberapa logam mulai lainnya dari Sumatra, dikirim ke negeri Siam (Thailand) dan wilayah Vietnam dua wilayah tersebut memang terkenal sebagai tempat pengrajin logam di Asia Tenggara, dari masa perundagian. Di sana, emas mereka jadikan benang, tentunya di wilayah Sumatra juga tradisi membuat benang emas sudah ada.
Emas yang telah menjadi benang kemudian dikirim kembali ke kerajaan Sriwijaya untuk ditenun dengan menggunakan jalinan benang sutra berwarna yang sebagian mereka dapatkan dari India dan juga Tiongkok (Cina), tetapi sebagian besar dihasilkan oleh masyarakatnya. Palembang bahkan dikenal dengan pembudidayaan ternak ulat sutera untuk diambil benangnya.
Selain sebagai bandar dagang, wilayah Sumatra masa Sriwijaya juga merupakan pusat dari kegiatan agama Buddha terbesar di zamannya, bahkan tempat singgah para pelancong dari berbagai tempat.
Kondisi ini dimungkinkan bahwa wilayah Sumatra kemudian sebagai wilayah yang telah membuka diri terhadap kedatangan “pihak asing”, adanya hubungan interaksi dengan dunia luar secara tidak langsung memengaruhi kebudayaan setempat. Meskipun begitu, Songket tetaplah ciri khas yang tidak ditemukan di wilayah lainnya dan mengisi khazanah kekayaan budaya masyarakat setempat, yang masih bisa dirasakan sampai saat ini.
Mulai melemahnya kerajaan-kerajaan di Nusantara pada akhir bad ke-18 khususnya di Pulau Sumatra dan munculnya kolonial Belanda, secara tidak langsung telah berdampak pada kerajinan tenun songket ini.

Sampai menjelang Perang Dunia II, keberadaan songket bahkan mengalami kemunduran karena kesulitan mendapat bahan baku. Berakhirnya pengaruh Belanda di Nusantara karena meluasnya pengaruh Jepang di Asia Pasifik, hingga menjelang masa kemerdekaan sampai dengan tahun 1950, tenunan kain Songket seolah mati suri.
Kesulitan mendapatkan bahan baku dan memasarkan hasil produksi adalah permasalahan terbesar saat itu. Menjelang pertengahan abad ke-20, kerajinan kain songket diperkirakan kembali mulai bergiat terutama karena muncul inisiatif memanfaatkan kembali benang emas dan benang perak dari tenunan kain songket yang lamayang sudah tidak dipakai, atau benang dasarnya sudah lapukuntuk dijadikan tenunan kain songket yang baru.
Selanjutnya kerajinan songket mulai banyak dikerjakan kembali oleh para pengrajin. Banyaknya bahan baku yang hadir di pasaran baik yang berasal dari Cina, Taiwan, India, Prancis, Jepang dan Jerman menandakan bahwa tenun songket mulai menapaki kejayaannya kembali.
Mulai kembali banyak permintaan Songket di masyarakat, mungkin menjadi faktor pendukungnya. Pada akhir abad ke-20 dan menjelang abad ke-21, Songket bahkan telah merambah dunia fashion sebagai salah satu bahan kain yang mengagumkan.
Keberadaan kain songket memang telah mengalami pasang surut dalam sejarahnya. Seiring dengan usaha masyarakatnya untuk mempertahankan peninggalan kebudayaan masa lampau itu, Songket kemudian dapat melewati tantang dari tiap zamannya.
Bertahannya kain songket ini, selain memiliki bentuk yang indah juga karena nilai historis-nya, Songket dipertahankan terutama karena masih mendapatkan tempatnya dalam budaya mereka. Keberadaan kain songket, merupakan salah satu kekayaan bangsa yang harus dijaga keberadaannya agar tetap lestari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar